"Am I dreaming?" bisikku pelan.
***
Hari ini semua murid di sekolahku tampak terlihat lebih sibuk dari dua hari sebelumnya. Maklum, karena ini hari terakhir kegiatan PERSADA (Pekan Seni dan Olahraga Daarussalaam). Meskipun lomba yang digelar ada beragam macam seperti Futsal,Speech Contest,Atletik, Painting,Cerita Bergambar,Puisi dan Kaligrafi, namun lomba di acara puncak inilah yang banyak diminati para siswa. Diantaranya lomba Tahfidz juz 30, Tartil Al Qur'an, Nasyid, dan Pildacil. Terlihat antusias mereka mempersiapkan semuanya. Kostum, kekompakkan, murojaah hafalan, mengulang-ngulang teks pidato dan hal lainnya. Bahkan para wali murid pun turut andil membantu putra-putrinya yang akan pentas hari ini. Sungguh, pemandangan yang selalu kurindukan. Menatap kebahagiaan para orangtua saat mendampingi anak-anaknya. Meski kotaku diguyur hujan rintik hingga hujan deras pagi itu, namun semangat pantang mundur mereka patut ku acungi jempol. Benar-benar semangat!
Itu kisah semangat para siswa dan orangtuanya. Kini, bagaimana para guru, panitia, dan wali kelasnya?
Mereka pun tak kalah semangat dibandingkan anak-anak. Termasuk aku, pagi sekali aku tiba di sekolah. Aku ingin menjadi orang pertama yang menyaksikan aura semangat yang terpancar di wajah anak-anak. Dan aku pun sedang menunggu kedatangan jagoanku yang ikut lomba hari ini. Tim Nasyid kelasku sudah tiba di lokasi, mereka melambai padaku dan memanggilku. Aku pun bersemangat menyambut mereka. Aku mengajak mereka latihan sesaat sebelum tampil nanti di teras masjid sekolahku. Wajah ceria dan semangat mereka tak kan pernah kulupakan. Gerakan mereka tak pernah mengisyaratkan kata loyo, grogi dan takut. Yang kupelajari adalah optimis mereka untuk tampil.
Selesai melatih mereka, ku berlari masuk kelas untuk menyapa beberapa muridku yang sudah rapi berbaris di depan kelas. "Tolong setelah mereka berdoa, titip ya untuk diawasi. Anti handle anak-anak di bawah, aku hndle anak-anak yang lomba di atas." begitu pesanku pada sahabatku yang menjadi partnerku di kelas. Kami bagi tugas.
Meski hujan enggan beranjak, sang waktu pun terus melaju. Jam 8 tepat kini. Itu tandanya semua peserta harus memasuki ruangan kelas yang telah ditunjuk sebagai tempat lomba. Ku cek satu persatu muridku yang mengikuti lomba, sambil berkoordinasi dengan sahabatku di kelas. Alhamdulillah! semua anakku sudah hadir dan masuk ke ruangan lomba sesuai instruksiku.
Aku pun mengambil no urut mereka satu persatu. Nadine no.23 (Pildacil), Raihan no.3 (Tahfidz), Ellin no.7 (Tartil), Keyvan no.2 (Nasyid). "Aku harus bergegas!" pikirku cepat. Karena ada beberapa anak yang jarak nomernya dekat dengan lomba yang berbeda, ruangannya pun beda. Dan sebisa mungkin aku harus menyaksikan penampilan mereka dan memberi semangat kepada mereka agar mereka tenang.
Satu persatu kusaksikan mereka tampil. Mulai dari Nadine. Terlihat gugup di wajahnya. Ini penampilan perdana Nadine ikut kontes Pildacil. Meski sedikit grogi, Nadine tetap berusaha tenang, sayang senyum Nadine tak merekah seperti biasanya. Aku pun tersenyum saat dia menatapku. Berusaha menguatkan dia, bahwa semua bisa ia lewati dengan mudah. Tak mengapa kalah, aku hanya ingin mengenalkan dunia kompetisi pada mereka. Agar timbul jiwa berani. Nadine pun selesai, aku segera berjalan cepat menuju ruangan berikutnya,
"Ya, kalaian semangat ya. Sudah latihan kan?nggak perlu takut. Cuek aja,Ok?" balasku tak kalah semangat.
"Tapi ustadzah nonton kita kan?" tanya Aulia.
"Iya, ustadzah pasti liat dong!" kataku meyakinan.
Mereka pun tampil. Melantunkan lirik lagu Hadad Alwi_Muhammad Nabiku dengan gerakan ciri khas anak kelas satu. Tanpa rekayasa dan polos. Hanya saja, saat tiba giliran Ziefaw menyanyi, tiba-tiba ia malu dan grogi sehingga suaranya tak keluar. Tapi tak apa, itu pun bagian kepolosan mereka. Aku bersorak dan bernyanyi mengikuti lirik nasyid itu, dan saat selesai aku pun bersorak dan bertepuk tangan untuk menyemangati mereka.
Kini aku berpindah ke tempat lain untuk menyaksikan penampilan dua anakku yang tersisa. Ellin dan Raihan. Sebelum melihat mereka tampil ku sempatkan masuk ke kelas dan menyapa muridku yang lain, memastikan mereka tak terluka saat bermain bebas dan memastikan mereka sudah sholat dhuha dan makan bekal mereka. Lalu aku pun bergegas ke masjid. Karena pasti Ellin dan Raihan sudah cemas menanti kedatanganku. Syukur giliran mereka belum tiba, aku pun menyempatkan mengecek bacaan tilawah Ellin sesaat sebelum dia maju. Mengingatkan hukum bacaan yang mungkin ia lupa. Dan Ellin pun dipanggil maju. Dengan tenang, Ellin duduk di depan. Membaca dengan nafas teratur dan tenang. Meskipun belum berlagu, tapi alhamdulillah Ellin berhasil menuntaskannya dengan baik. Ada beberapa kesalahan saat Ellin membaca, ada huruf yang harusnya dibaca pendek tapi dibaca panjang. Itu wajar. Karena Ellin pun baru pertama kali tampil Tartil.
Kini giliran Raihan. Sebelum maju sempat ku latih dulu mengulang hafalannya dan kuingatkan Raihan untuk membaca dengan tenang, ingat cara membaca yang diajarkan, karena Raihan menghapal sesuai apa yang diajarkan oleh orangtuanya di rumah dan gurunya di sekolah. Ia belum mengenal hukum ikhfa, gunnah dan sebagainya. Tapi alhamdulillah, Raihan bisa menyerap semua hapalan dengan cepat dan tartil. Saat maju pun ia mampu melanjutkan semua surat yang diberikan para dewan juri. Hukum bacaan dan hurufnya juga semua benar. Dan salut padanya, Raihan seolah tak peduli dengan keramaian juga berpuluh pasang mata yang ada di hadapannya. Ia seolah-olah hanya sedang berhadapan denganku, di kelas saat tes harian, Seperti berdua saja.
Dan dari semua lomba yang diikuti oleh murid-murid di kelasku. Raihanlah juaranya. Senang tak terkira dirasakan oleh orangtua, semua teman-temannya dan tanpa terkecuali, aku.