Lomba Esai "Aku dan FLP"
Festival Membaca dan Menulis 2012
Pagi itu sekitar pukul 09.00 wite, aku pergi menuju sebuah masjid bernama Daarussalaam. Ada acara launching dan bedah buku di sana yang berjudul “Jangan Jadi Perempuan Cengeng” karya duet DH.Devita dan Rien Hanafiah. Awalnya aku tak mengerti siapa mereka,buku seperti apa yang mereka terbitkan. Saat itu yang kutahu mereka adalah orang-orang FLP. ”Hanya para penulis hebat yang bisa masuk organisasi itu” pikirku. Ya, saat aku masih duduk di bangku sekolah dulu aku pernah membaca buku karya penulis FLP yaiti bukunya Mbak Asma Nadia, aku pun sudah tak asing dengan lambangnya, sehingga ketika Kakakku mengajakku untuk menghadirinya, aku pun tak menolak.
Tampak beberapa muslimah yang sedang duduk dan berbincang bersama rekannya di pelataran Masjid itu, beberapa diantaranya memanggil nama kakakku sembari melambaikan tangan padanya saat kami sampai di areal Masjid. Bergegas ia menghampiri. Sebelum masuk ke dalam Masjid, kuamati sekitarku, Masjid yang didirikan di atas dataran tinggi ini memang strategis, meski sederhana namun tetap kokoh dipandang, sehingga semua orang kenal dengan Masjid ini. Menurut kakakku, Masjid ini tak hanya dipakai sebagai tempat beribadah atau keagamaan tetapi juga sering dipakai untuk acara pelepasan jamaah haji, aqiqoh, bahkan launching dan bedah buku seperti ini. Selain lokasinya yang strategis, mudah dijangkau, masjid ini pun memiliki halaman parkir yang cukup luas sehingga pengunjung nyaman memarkir kendaraannya.
Bagiku, seorang perantau yang jauh dari tanah kelahiran, Masjid ini sejenak menjelma menjadi sosok yang menenangkan. Karena teringat akan Ibuku yang aktifitasnya adalah ketua Majelis Ta’lim di kampong halamanku dan aku sering diajak oleh Ibu mengunjungi dari Masjid satu ke Masjid lainnya, sehingga aku merasa dekat dengannya saat berada di Masjid ini.
“Itu tuh yang namanya Mbak Devita dan Mbak Rien.” celetuk kakaku membuyarkan lamunanku. Aku pun segera mengalihkan pandanganku ke arah dua muslimah berkacamata yang berjalan ke arahku sambil membawa dus besar berisi buku-buku yang akan dijual dalam bazaar buku hari ini.
“Jutek banget sih mukanya.” Timpalku cuek.
“Emang jutek, Kakak aja nggak terlalu kenal dekat. Hanya tahu nama. Kata ibu-ibu jarang senyum.”
Aku pun mengernyitkan dahi, “masa sih?” batinku.
Dari acara launching buku itu akhirnya aku sedikit mengenal mereka, mereka adalah ketua dan sekretaris FLP Sangatta. Mereka pun pendatang di kota ini, Mbak Devita sudah lebih dulu terjun ke dunia kepenulisan sejak bergabung dengan FLP Bekasi. Dan ternyata pertemuanku dengan mereka berdua bukanlah sebuah kebetulan. Namun sudah menjadi skenario Allah SWT dalam hidupku. Tepat di bulan Juli 2008 ,aku dikirim oleh sekolahku untuk mendampingi siswa siswiku dalam acara Jambore Nasional Pramuka SIT se Indonesia yang bertempat di Cibubur. Tanpa disadari aku dan rombongan sekolahku satu pesawat dengan rombongan teman-teman FLP Kaltim yang saat itu dalam perjalanan menuju Jakarta untuk mengikuti Silnas FLP.
Sekembalinya dari Cibubur, aku pun diajak oleh Mbak Ika yang saat itu menjabat sebagai Divisi Humas FLP Sangatta untuk bergabung. Beliau juga bekerja sebagai konsultan psikolog di sekolahku, sehingga aku kenal dengannya. Saat beliau mengajakku untuk datang ke pertemuan perdana FLP,aku pun girang. Sungguh, aku sangat ingin tahu banyak tentang para penulis hebat itu, tentang organisasinya, dan tentang karyanya yang selalu diminati semua orang.
Pertemuan perdanaku di komunitas baru itu diberi nama SMS. Kepanjangan dari Sekolah Menulis Sangatta. Diadakan setiap dua minggu sekali selama hampir 6 bulan lamanya. Di sana aku bertemu banyak teman baru. Hebatnya mereka yang minat dalam hal membaca dan tulis menulis tak hanya dari kalangan muda saja, tapi juga ada beberapa Ibu rumah tangga yang memang hobi menulis untuk menumpahkan ekspresinya selama menjalani aktifitas di rumah.
Dalam pertemuan SMS tersebut, kami dibekali modul yang berisi materi-materi terkait kepenulisan. Dari sana aku banyak mendapat ilmu baru, bagaimana mendeskripsikan dengan detail sebuah latar, memilih setting, membuat lead yang menarik, membuat press release, membuat tokoh dengan berbagai watak, mengeluarkan jiwa penulis dalam tulisannya dan lain sebagainya. Setiap pertemuan selalu memberikan ilmu baru, aku senang sekali.
Dalam pertemuan SMS tersebut, kami dibekali modul yang berisi materi-materi terkait kepenulisan. Dari sana aku banyak mendapat ilmu baru, bagaimana mendeskripsikan dengan detail sebuah latar, memilih setting, membuat lead yang menarik, membuat press release, membuat tokoh dengan berbagai watak, mengeluarkan jiwa penulis dalam tulisannya dan lain sebagainya. Setiap pertemuan selalu memberikan ilmu baru, aku senang sekali.
Di tengah perjalanan, kami semua diberi motivasi untuk berani go public dengan tulisan kami. Kami disarankan untuk mengirim tulisan ke beberapa media cetak atau elektronik. Tapi aku dan yang lainnya belum punya keberanian dan kepercayaan diri untuk menulis, apalagi mengirimnya. Pada akhirnya kami pun dipaksa untuk menulis pengalaman menarik kami tentang Kota Sangatta. Kemudian tulisan itu dikumpulkan dan dibukukan sebagai kumpulan antologi FLP Sanggata yang berjudul “Sangatta Sangat Banyak Cerita”. Perasaan bangga, bahagia tak terhingga ketika buku itu sudah terbit dan berada di tanganku. Aku pun langsung membeli 3 buah buku untuk diberikan kepada orangtuaku dan mertuaku. Yang satu lagi untuk hadiah pernikahanku yang pertama. Buku itu pun turut diresmikan sewaktu kami dilantik menjadi anggota FLP Sangatta angkatan pertama oleh Mbak Muthi’ Masfu’ah ketua FLP Bontang saat itu. Makin bangga rasanya bergabung dengan organisasi penulis ini.
Setelah resmi menjadi anggota, amanah kami di FLP kian bertambah. Kini aku dan teman-teman pengurus lainnya bersiap membidik sasaran baru untuk direkrut menjadi anggota angkatan kedua. Aku pun tak lagi masuk ke dalam pertemuan SMS melainkan masuk ke pertemuan lanjutannya yakni KLUB. Sama dengan SMS, Klub pun diadakan dua minggu sekali. Namun dalam Klub, aktifitas kita dan interaksi kita dengan dunia kepenulisan akan benar-benar ditanya. Sudah menulis apa sepekan ini, sudah membaca apa, membedah karya cerpen, novel, puisi dan lainnya. Semakin hari, semakin sering bertemu dengan teman-teman di Klub, aku semakin merasa terikat dengan FLP. Semakin cinta rasanya meski kadang kerikil itu selalu ada di sepanjang perjalananku.
Di Klub inilah aku mulai pede, mulai memberanikan diri membuat sebuah akun di salah satu situs terkenal. Awalnya aku hanya disuruh membaca tulisan feature dari beberapa orang yang memang suka mengirim karyanya di sana. Lalu kucoba menggores penaku. Tulisan perdanaku kuberi judul “Empat Kasih SayangNya”. Aku pun meminta Mbak Rien untuk mengoreksi. Beliau mengatakan tulisanku terlalu berat pembahasannya jika dibaca oleh pembaca di situs tersebut. Aku pun langsung down, begitu dikritik beliau. Sempat bingung bagaimana mau mengubah tulisanku, rasanya aku tak bisa mengeluarkan ide lagi. Sejenak hanya kutatap dan kubaca berulang-ulang hingga akhirnya aku memutuskan untuk tetap mengirimnya. Apa salahnya dicoba.
Melihat gelagatku yang sedang patah semangat, Mbak Rien mengingatkan kembali, bahwa tulisan feature di kolom itu lebih banyak mengangkat obrolan ringan seputar masalah kehidupan sehari-hari. Lebih kepada melihat sisi human interest nya. Sejak saat itu, aku pun tak bosan mampir ke situs tersebut untuk sekedar membaca dan sedikit berharap tulisanku muncul meski kemungkinannya tipis.
Setelah kembali mendapat pencerahan dan semangat dari teman-teman, aku pun kembali memberanikan diri untuk menulis. Artikel keduaku bertajuk “How Do You Feel” dan kali ini aku langsung mengirimkannya ke situs tersebut. Ajaib! Dalam waktu rentang seminggu, tulisanku muncul! Aku pun bersorak girang. Langsung kupamerkan tulisanku kepada suamiku, adik-adikku dan beberapa temanku. Amazing!
Berawal dari sebuah acara sederhana di sebuah Masjid di kota Batubara, kini aku telah terjun dan membaurkan diri dengan para pegiat dakwah pena. Terimakasih ya Allah. Terimakasih FLP, terutama FLP Sangatta dan orang-orang hebat yang berada di dalamnya, yang selalu mengalirkan ilmu baru dan tak pernah menyerah mendorong, memotivasi dan membakar semangatku untuk berani bermimpi menjadi penulis yang mencerahkan dunia dengan tulisannya.