“Ah bosen juga ya bekerja seperti ini terus.” Gumam supir Bus antar kota itu dengan gontai.
“Bukannya enak Mas, bisa bolak balik jalan-jalan Cirebon-Bandung? Gratis lagi.” timpal penumpang yang duduk di sebelahnya.
“Jalan-jalan juga capek Pak, honornya nggak seberapa, dapet capeknya aja.” Tambahnya lagi dengan nada kesal.
“Mungkin sampean belum tahu Mas cara menikmati pekerjaan sampean.” Sahut Bapak tersebut bijak. “Sampean pernah nggak mendengar keluhan matahari, cicak, nyamuk, atau binatang lainnya?” tambahnya pelan.
Si supir pun bingung dengan pertanyaan si Bapak tadi. “Maksdunya Pak?”
“Gini lho Mas, tadi kan sampean mengeluh tentang pekerjaan sampean yang Cuma itu-itu saja setiap hari, nggak berubah dari zaman ke zaman, nah sekarang mari kita bandingkan dengan pekerjaan binatang dan makhluk ciptaan Alloh yang saya sebutkan tadi. Mangkanya saya tadi tanya, sudah pernah dengar belum keluhannya matahari dan lain-lain?” terang si Bapak gamblang.
Terlihat si Supir itu mengangguk-anggukkan kepalanya. “Tentu semua orang belum pernah dengar Pak keluhan mereka, mana bisa mereka bicara, lagipula apa pekerjaan mereka?” tanyanya antusias.
“Mas, mereka itu kan diciptakan oleh Alloh untuk beribadah, menyembah yaitu pekerjaan mereka. Hanya saja cara ibadah mereka beda dengan manusia, matahri tunduk dan ibadah pada Alloh dengan cara menyinari bumi kita, setiap pagi, setiap hari dari timur dan terbenam di barat, begitu terus tanpa bosan dan mengeluh. Binatang cicak, ibadah dan ketaatan dia pada pemiliknya yaitu dengan cara hidup menempel di dinding, makanannya adalah serangga atau nyamuk, pernahkah ada sejarah cicak melata atau berlari? Pernah kah juga cicak mengeluh kenapa makananya hanya serangga, bukan daging atau tulang? Tidak kan. Nah itu maksud saya.” Jelas si Bapak panjang lebar.
“Ya Alloh, saya jadi merasa kerdil Pak. Sholat saya aja masih bolong-bolong, ditambah suka mengeluh lagi dengan pekerjaan saya. Duh! Malu sekali.” Gumamnya menimpali.
“Ini sekedar bagi-bagi cerita ya Mas, bukan maksud apa-apa. Semoga lebih baik lagi ya ke depannya.” Si Bapak menambahkan sambil menepuk pundak si Supir itu.
Mataku yang menahan kantuk menjadi segar lagi setelah menyimak percakapan mereka. Sungguh hidayah Alloh itu bisa datang kapan saja, dimana saja dan untuk siapa saja. Ada rasa takjub kepada Bapak tadi yang dengan santun dan berani memeberikan nasehat pada si Supir Bus ini, dan atas tuntunan Alloh pula si Supir bisa menerima itu semua dengan kelapangan hati dan keluasan logika. Subhanalloh.
* * *
Anggota FLP Sangatta