Lets take a look inside..

Menengok kembali ke dalam diri kita haruslah sering kita lakukan. Mengingat siapa diri kita, untuk apa Alloh menciptakan kita dan akan kemana kita nanti, merupakan pertanyaan simple namun perlu perenungan panjang untuk menjawabnya.
Kini,lihat lah ke dalam hatimu, mungkin selama ini bukan kedua matamu yang buta, melainkan hatimu...

Kamis, 14 April 2011

Belajar Menjadi Pelayan


Siang hari terik begini biasanya aku malas untuk ke luar rumah. Apalagi suhu ekstrim di kotaku ini. Tapi kali ini aku memaksakan diri untuk pergi ke sebuah bank demi menunaikan urusanku yang selalu tertunda. Ketika masuk, aku disambut oleh sapaan khas bank tersebut. Dan saat melihat senyum para customer servicenya di siang yang menyengat ini memberikan sedikit angin kesejukan. Bukan karena ruangannya yang full AC, tapi rupanya senyuman yang selalu tersungging rapi kala menyambut para nasabah bisa menjadi penyejuk bagi masing-masing orang yang meihatnya, termasuk aku. Belum lagi ketika masuk ruangan yang berwarna ungu di setiap sudutnya, pun membuat hatiku terasa lebih nyaman. Berbalut seragam yang senada dengan ruangannya para karyawati bank ini juga terlihat begitu anggun.
            Lima detik kemudian. Seorang Bapak berusia sekitar empat puluh tahun masuk ke dalan bank dan langsung maju ke depan meja satpam yang ada di sana dengan raut muka tanpa senyum dan masuk tanpa mengucapkan salam. “Saya mau ketemu dengan manager bank ini!” perintahnya dengan suara agak nyaring.
            “Silahkan ambil nomor tunggu Pak, dan silahkan duduk di kursi yang telah disediakan.” Jawab sang satpam pelan dan sopan.
            Mendengar dialog antara Bapak dan satpam itu membuat kenyamananku terusik. Semua nasabah yang berada dalam ruangan itu pun menoleh ke arah mereka. Kini giliranku untuk maju ke meja customer service. “Bu, bu, bisa nggak kalau saya dulu yang maju?” tanyanya padaku dengan nada yang kurang sopan.
            “Maaf Bapak, silahkan antri, Insya Alloh kami akan layani keluhan Bapak setelah Ibu ini selesai.” Jawab karyawati yang berada di hadapanku lembut.
            “Masalah saya lebih penting Mba, tolong lah.” Jelasnya tak sabar.
            “Ya sudah Pak, silahkan duluan, saya mundur.” Jawabku mengalah.
            Aku pun kembali duduk di kursi tunggu. Kali ini aku ingin menyimak keluhan si Bapak tadi kepada bank ini. Ternyata ia ingin meminjam sejumlah uang untuk melunasi bayar rumah yang jatuh temponya hari ini juga. Dari pembicaraannya, jika ia tidak melunasi rumah itu hari ini maka rumahnya akan disita. “Mungkin Bapak ini terjerat hutang.” Batinku iba. Ada hal menarik diantara percakapan mereka, meskipun si Bapak nasabah ini seringkali meledak-ledak saat bicara, tapi karyawati ini tetap tersenyum menanggapi dan tetap ramah menjawab semua pertanyaannya. Hingga sang nasabahnya tadi puas dengan apa yang ingin ia keluhkan. Tak sedikitpun ia menampakkan wajah kesal karena berhadapan dengan nasabah yang rewel dan neko-neko.
            Aku pun ikut tersenyum. Merenungi, betapa suksesnya para trainer karyawan bank ini yang mampu melatih para karyawannya untuk memiliki kesabaran tinggi saat menghadapi para nasabah yang beragam sifatnya. Menjadi pelayan masyarakat tentu bukan pekerjaan yang mudah. Selain menjaga nama pribadi juga menjaga nama baik instansi yang menaunginya. Dan aku akui itu memerlukan latihan yang panjang dan penuh kesabaran.
            Sembari menunggu giliranku, aku pun terus mengamati percakapan mereka. Dan perlahan aku tersadar, bahwa belajar menjadi seorang pelayan bagi siapa saja, di mana saja dan kapan saja itu bukanlah pekerjaan yang gampang. Melayani siswa-siswi, melayani tamu, melayani keluarga, suami, anak-anak, teman kerja atau lainnya selalu membutuhkan kesabaran di luar batas kewajaran.
            Dan kini, aku mencoba mengingat semua karunia Alloh dan kenikmatanNya yang tak pernah terputus sedetik pun. Alloh pun selalu memenuhi kebutuhan para hambaNya dengan penuh kasih sayang, tak pernah pilih kasih dan membedakan. Meski hambaNya selalu menduakan, meminta yang macam-macam, tapi Alloh pun selalu menyambut dengan keMaha SabaranNya. Saat kita menangis membutuhkan pertolonganNya, saat kita berusaha mengejar mendekatiNya atau bahkan saat kita lupa dengan keberadaanNya, Alloh tetap pengasih dan penyayang terhadap kita.
            Duhai Rabbku, betapa malunya diri ini. Ketika menjadi hambaMu yang berusaha melayani orang di sekitarku selalu menampakkan raut muka yang tak mengenakkan, atau mungkin menaggapi keluhan mereka dengan balas mencibir bahkan tak jarang balik memaki. Astaghfirlloh! Ampuni aku Rabb. Saat diri mendzalimi orang lain, bukan berarti ingin menyakiti, terkadang miskin ilmu yang belum diraih. Semoga niat memperbaki diri selalu ada dalam diri ini. Amin.
Wallohu’alam.