Lets take a look inside..

Menengok kembali ke dalam diri kita haruslah sering kita lakukan. Mengingat siapa diri kita, untuk apa Alloh menciptakan kita dan akan kemana kita nanti, merupakan pertanyaan simple namun perlu perenungan panjang untuk menjawabnya.
Kini,lihat lah ke dalam hatimu, mungkin selama ini bukan kedua matamu yang buta, melainkan hatimu...

Jumat, 01 April 2011

Bertepatan, bukan Kebetulan


Kulirik hand phoneku, pukul 16.15. Aku segera bergegas keluar dari rumah, menuju suatu tempat. Agak tergesa-gesa karena acara yang dijadwalkan adalah pukul 16.00. Aku berdoa semoga aku tak melewatkan sedikit pun tausiyah yang akan disampaikan dalam acara tersebutn. Sore itu tak hanya aku, tapi kami semua  beramai-ramai  hadir dalam sebuah acara tausiyah yang disampaikan oleh utadz tamu yang jauh datang dari kota Klaten. Bagi kami, para perantau di kota Batu Bara ini, jika ada kesempatan bertemu dengan ustadz tamu yang singgah ke kota kami baik itu sengaja diundang atau dalam perjalanan dinas lainnya, maka tidak akan kami sia-siakan begitu saja. Selain menambah ilmu, berbagi pengalaman, kami juga bisa saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Dalam tausiyah yang disampaikan oleh masing-masing ustadz pun tentulah berbeda-beda sesuai dengan kemampuan mereka di bidang masing-masing.
Ajang ini pun sering dijadikan acara reuni kecil bagiku. Bertemu dengan teman-teman, tetangga, saudara seiman yang terkadang tanpa ku sadari, padatnya aktifitas masing-masing membuatku tak bisa leluasa bertemu muka dengan mereka atau sekedar menjabat tangannya, merasa rindu jika tidak bertemu dengan mereka.Dan hanya dalam forum seperti inilah kami bisa bertemu.
Sore itu, ada kalimat pembuka yang menarik perhatianku yang disampaikan oleh sang ustadz, “ Alhamdulillah, saya bisa menginjakkan kaki di Kota ini lagi, ini bertepatan, bukan kebetulan, saya ada kegiatan memberikan tes untuk calon siswa-siswi yang ingin masuk ke sekolah kami di Klaten.”
Setelah sampai di rumah, aku kembali membaca catatanku, pengingat yang disampaikan ustadz tadi kembali menyemangati aktifitasku. Semua yang ada di alam ini memang bukan kebetulan, tapi semuanya sudah diciptakan oleh Alloh SWT. Tapi seringkali kita lebih nyaman mengatakan, “kebetulan ini hari libur jadi aku bisa menemanimu,” daripada mengatakan,  “bertepatan ini hari libur jadi aku bisa menemanimu.” Terasa janggal dan aneh didengar. Tapi itu karena kita belum terbiasa mengucapkannya.
Dari kalimat “bertepatan bukan kebetulan” yang ku kutip dari ustadz tadi, membuat ku tersadar kembali, memang tak ada yang kebetulan, tapi semua diatur Alloh sesuai ketentuan Nya. Jikalau memang sebuah kebetulan, sekali lagi itu bukan kebetulan, tapi merupakan rencana Alloh yang sangat pas dan tepat dengan kondisi kita, sehingga tanpa sadar mulut kita refleks menyebut “kebetulan” dalam setiap perbincangan sehari-hari. Padahal itu adalah sebuah takdir yang diberikan untuk kita dan lebih pantas disebut “bertepatan.”
Astaghfirulloh.
Kembali aku terenyuh, betapa selama ini selalu mengatakan kata “kebetulan” dalam keseharianku, tanpa kusadari aku mendahului kehendak Nya, merasa seolah-olah akulah yang menciptakan kejadian ini sehingga pas dan tepat timingnya. Melupakan siapa sebenarnya pemilik kekuasaan di dunia ini yang Maha Mengatur. Dan kembali tersungkur mohon ampun mengingat akulah hamba yang lemah tanpa daya apa-apa jika bukan karena Nya.
Astaghfirulloh.
Manusia memang tempatnya lupa. Tapi manusia yang beruntung adalah manusia yang mau berubah dari kejahilan menuju kebaikan jika diberi peringatan dan isyarat Nya melalui alam dan lingkungan di sekitar kita.
Wallohu’alam bis showab.

Turn To Alloh...

Pagi yang bersemangat karena tanggal merah dan week end membuat ku bahagia. Bagaimana tidak, aktifitasku yang padat mulai hari senin hingga jum’at terkadang menyisakan penat. Tapi, hari ini berbeda. Rencana bertemu dan berkumpul bersama sahabat-sahabatku akhirnya bisa terlaksana juga. Meski rencananya spontan.

Berawal dari kesibukkan yang kujalani sehari-hari terasa begitu menyita waktu dan perhatianku. Tapi aku selalu mencoba untuk tetap terus keep in touch dengan para sahabatku. Bagaimana pun sibuknya aku, aku akan selalu merindukan pertemuan dengan mereka. Rindu untuk duduk bersama, bercengkrama, bercerita dan saling mendoakan bersama. Indah rasanya persahabatan ini.

Dan kini, kami memulai cerita kami. Membuka kehangatan dan keakraban seperti dulu lagi. Semua bebas bercerita. Mulai dari aktifitas masing-masing, kejadian yang membuat kami tertawa, mengerutkan dahi, atau cerita yang membuat otak kami mendidih. Aku sangat menikmatinya. Begitupun dengan yang lainnya.

Saat mata seorang sahabat berkaca-kaca, kami pun tahu ia sedang memiliki masalah. Kami pun terdiam. Menunggu kata berikutnya yang akan ia ucapkan. Yang terdengar kini isak tangisnya yang perlahan memecah keheningan kami. Aku pun memandang sahabatku satu persatu, mata mereka seolah-olah mengatakan hal yang sama, “aku tak tahu apa yang terjadi!”
Kuberikan kotak tisu kepadanya, kami biarkan ia menangis sepuasnya. Setelah agak reda, ia tersenyum. Aku pun memberanikan diri bertanya, “ada masalah ya? Ceritakan pada kami, supaya plong hatimu.”
“Iya mbak. Saya lagi sedih.” Jawabnya pelan.

“Sedih kenapa?” Tanya yang lain kompak.

“Ibu saya mbak, seperti tak mengerti keinginan saya. Selalu mendesak saya agar cepat menikah.” Jelasnya terisak.

Kami pun tersenyum menanggapi penuturannya. Aku dan dua sahabatku memang sudah menikah hingga pernah mengalami berada di posisi seperti itu dulu.
“Sabar ya sholihah, semua itu perlu komunikasi yang baik dan waktu serta sabar yang tak ada batasnya.” Ujarku menenangkan.

“ Dalam sebuah kisah diceritakan, ada seorang hamba yang sangat taat dalam beribadah, rajin serta istiqomah dalam meminta pertolongan pada Alloh, bahkan ketika berdoa pun ia tidak pernah mengganti doanya, doanya selalu sama dari hari ke hari. Kemudian malaikat bertanya, “Ya Alloh, mengapa Engkau tidak mengabulkan doa hambaMu?”
Alloh menjawab, “karena aku suka sekali mendengar doa-doa nya yang indah, tutur bahasanya yang cantik, rintihannya ketika memohon padaKu, jika Aku kabulkan permohonannya maka hambaKu tidak akan berdoa lagi padaKu, Aku ingin mendengar doanya lebih lama lagi!” ujar yang lainnya.

“Sabar ya saudariku. Semua orang ujiannya berbeda-beda. Meski Ibumu bersikap seperti itu, janganlah menyimpan kesal padanya.” Sahabatku menambahkan.

Kami semua terdiam. Semakin tertunduk dalam kepasrahan. Bahwa hidup ini memang sudah skenario Alloh. Peran apa pun harus bisa dilakoni dengan baik. Dan terasa indah ukhuwah ini jika Alloh lah tujuan kita. Tak kan pernah menyesal mengenal mereka. Yang selalu menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Subhanalloh. Maha suci Alloh yang begitu sayang pada setiap hambaNya. Tak pernah Alloh luput menjaga kita, mengawasi kita, bahkan tak pernah Alloh melalaikan kita sedikit pun apalagi sampai melupakan kita.
Kita lah sebagai manusia yang selalu merasa kurang, tanpa pernah merasa bersyukur atas apa yang Alloh beri, bahkan lupa pada Alloh adalah kelalaian terbesar kita yang sudah biasa kita lakukan.

Turn to Allah
Alloh never far away
Put your trust to Alloh
Raise your hands and pray
”Ooo… Ya Allah…
Guide my steps don’t let me go astray
You’re the only one that showed me the way”
....
(Maher Zein_Insha Alloh)

Terikat dan Terkait


Goresan ini terinspirasi dari sebuah iklan rokok di televisi yang mungkin kita semua sering melihatnya.  Dalam iklan tersebut digambarkan seorang pemuda yang menggosok-gosokkan lampu ajaib lalu munculah jin yang berpakaian ala jawa, ya mungkin mirip kisah aladin dan lampu wasiat. Kemudian jin tersebut bertanya, "Sebutkan satu saja apa keinginanmu?"
 Sang pemuda tadi menjawab dengan gugup serta malu-malu "Saya ingin menikah dengan bunga kembang desa".
Tak lama impiannya terkabul, ia benar-benar menikah dengan seorang perempuan yang wujud badannya manusia tapi kepalanya berbentuk bunga mawar.

Sekilas memang lucu, menggelikan buat saya pribadi. Tapi coba perhatikan, adakah yang salah dengan iklan tersebut?  atau mungkin ada adegan yang seronok? tentu tidak.  Dari iklan tersebut saya mengambil sebuah pelajaran, bahwa memang ketika seorang hamba berdoa pada Tuhannya, mintalah dengan detail. Si pemuda tadi hanya menyebutkan ia ingin menikah dengan seorang bunga kembang desa, ia sudah memimpikan wanita yang ia maksud namun yang dikabulkan ternyata lain. Klise memang. Simple.
 "Bukankah Allah Maha Tau,? tanpa kita menyebutkan secara detail pun Allah tau apa yang kita pinta."  Itu komentar suami saya saat saya menceritakan iklan tersebut.
 "Ya, Allah memang tau semua keinginan kita bahkan niat yang belum terbersit pun Allah tau, tapi apa salahnya  ketika berdoa, kita menyebutkan  keinginan kita dengan lebih detail?" jawabku.

Contohnya, ini pengalaman pribadi saya ketika hendak menikah. Semua orang di sekitar saya mengingatkan untuk menuliskan kriteria calon suami yang diinginkan di biodata saya nanti, saya hanya tersenyum.
 Teringat nasehat seorang sahabat, "cukuplah sampaikan kriteria itu pada Allah saja, sehingga tidak bingung ketika mengisi biodata nanti".
Sampai kini, setelah menikah saya masih mengingat betul, bahwa biodata ketika ta'aruf itu untuk kolom kriteria suami yang diinginkan saya kosongkan.
Saya cukup menyampaikan semua secara terperinci mulai dari sifat, fisik, hobi, dan kebiasaan, biarlah hanya pada Allah saja, agar hanya menjadi rahasia saya dan Allah saja. Saya pun tak terbiasa menjawab apa kriteria calon suami saya pada semua orang yang pernah bertanya soal itu pada saya. Sekali lagi, sungguh terasa nikmat jika kita bisa punya rahasia hanya dengan Allah saja dan saya merasa menjadi begitu dekat denganNya saat menyampaikan semua keinginan saya.

Dan kini semua kriteria yang saya inginkan sudah Allah penuhi satu persatu, meski tak sekaligus setelah menikah Allah kabulkan namun dengan seiring waktu berjalan Allah kabulkan. Yang paling saya ingat dalam doa saya, saya meminta seorang pendamping hidup kelak yang tidak susah/rewel dalam urusan makan. Itu yang penting, dengan segala aktifitas kita sebelum menikah, mungkin sibuk sebagai aktifitis kampus dan sebagainya ditambah kini telah menjadi seorang istri, ibu rumah tangga, tentu akan memerlukan banyak pengertian dan toleransi dari suami. Belum lagi tidak bisa 24 jam menemani suami makan, masak di rumah, karena aktifitas di luar yang padat. Sehingga saya perlu seorang pendamping yang mengerti aktifitas saya. Alhamdulillah suami saya bukan orang yang mengeluh dan gampang protes ketika saya terlambat pulang untuk menyiapkan makan, justru sebaliknya beliau lah yang menyiapkan buat saya, bukan orang yang banyak menuntut ketika makan harus selalu ditemani istri.

Yah, begitulah pengalaman pribadi saya. Menyampaikan sesuatu baik itu keinginan pribadi atau keinginan orang lain, saya jadi terbiasa menyampaikannya diam-diam, tanpa perlu orang tahu dan tanpa perlu banyak bicara, langsung saja dititipkan pada Allah, dengan begitu akan lebih merasa terikat dan terkait dengan Allah.
Wallohu ‘alam bis showab.


Menikah Membuat Jadi Pintar


Banyak yang bertanya pada saya ketika saya telah menikah. “Mbak nikah itu enak ya?”  saya bingung menjawabnya.
Boleh dikatakan nikah secara umum, secara kasat mata memang enak. Kemana-mana berdua, punya ruang curhat sendiri, punya pendamping, dan hal indah lainnya. Apalagi bagi mereka yang baru merasakan nikmatnya pacaran setelah menikah. Benarlah syair sebuah lagu mengatakan, “jatuh cinta berjuta rasanya.”

Tapi tidak hanya itu saja. Hidup ini bagai dua mata koin yang saling berdampingan. Saat mereka bilang menikah itu enak, ada pula sebagian dari mereka yang mengatakan sebaliknya. Bagi yang hubungan rumah tangganya tidak harmonis misalnya, tentu akan memberi kesan sendiri tentang arti sebuah pernikahan.

Saya tidak mau menakut-nakuti anda. Tapi memang begitulah konsekuensi dari pernikahan. Ketika berani mengambil keputusan menikah, maka harus pula berani belajar.Itu yang perlu digaris bawahi. Dalam pernikahan pun kita harus banyak belajar. Belajar untuk sabar, menahan emosi, pengertian, faham, tidak egois, penyayang dan sebagainya. Belajar tentang dunia baru dalam babak kehidupan. Dan sebaiknya kita belajar segala hal tak hanya sendiri, tapi berdua dengan pasangan kita.

Tapi saya lebih suka bilang dengan menikah kita jadi pintar. Karena ada beberapa teman saya yang mengeluh "Mbak, saya takut menikah, belum siap." dan sebagainya. Padahal dalam menikah itu Allah telah siapkan tarbiyah (pendidikan) untuk kita semua. Yang bahkan kita belum pernah dapatkan itu di bangku sekolah.
Kita jadi pintar berperan sebagai istri, suami, ibu, ayah, teman untuk anak-anak kita, berperan sebagai psikolog untuk mendengar curhat dan memberi solusinya, pintar membagi waktu, melayani pasangan kita, menata rumah, memasak, menjaga penampilan, mengatur keuangan, dan hal lainnya.

Subhanallah! Maha Suci Allah yang Maha Tau dengan segala kebutuhan hambaNya. Jadi jangan takut untuk menikah.
 "Tapi bagaimana Mbak dengan kendala orang tua dan ekonomi?" Pertanyaan yang kesekian kalinya yang saya dengar saat seseorang hendak menikah.
 Tenang saja, selama kita yakin, ikhtiar dan tawakal sama Allah maka semuanya akan mudah dilewati. Bukankah dengan menikah Alloh akan membuat rezeki kita semakin bertambah?  Buktinya, anda yang masih sendiri kini menjadi berdua dengan pasangan anda. Yang tadinya hanya memiliki keluarga kecil maka kini keluarga anda bertambah besar.
Serahkan semua urusan pada Nya. Maka semuanya akan terasa ringan dilalui. Berpeganglah pada tali agama Alloh. Maka seberat apapun ujian itu, saya yakin anda akan keluar sebagai juaranya.
So, menikah? Siapa takut!
Wallohu ‘alam bishowab.