Lets take a look inside..

Menengok kembali ke dalam diri kita haruslah sering kita lakukan. Mengingat siapa diri kita, untuk apa Alloh menciptakan kita dan akan kemana kita nanti, merupakan pertanyaan simple namun perlu perenungan panjang untuk menjawabnya.
Kini,lihat lah ke dalam hatimu, mungkin selama ini bukan kedua matamu yang buta, melainkan hatimu...

Selasa, 28 Juni 2011

Harusnya Syukur Bukan Kufur

“Alhamdulillah, akhirnya usai sudah amanahku menjadi wali kelas 1 tahun ini.” Pekikku dalam hati. Bahagia, haru sekaligus bercampur sedih mewarnai langit hatiku hari ini.

Betapa tidak, melihat binar bahagia terpancar dari wajah orangtua murid di kelasku yang mengambil hasil rapot putra putri mereka. Mereka bangga dengan hasil belajarnya, begitu pun aku. Amanah yang Alloh berikan untuk menjaga, mendidik, dan mengasuh mereka selama setahun bisa kulewati.

Namun sedih dan haru selalu menyelinap dalam kalbu, mengingat saat pertama kali mereka masuk ke kelas ini, diantarkan dengan doa dan semangat orangtua. Wajah polos nan lugu yang masih terbayang kala itu. Raut bingung saat harus membedakan memanggil kami dengan kata “ustadzah” bukan bu guru. Yah, ternyata aku rindu masa-masa itu.

Seorang sahabat pernah bertanya padaku,”coba kita ini sekali saja diberikan istirahat, bebas dari amanah ya, biar sedikit fresh.” Ujarnya sedikit mengeluh. Aku melempar senyum padanya seraya menimpali,”Ukh, manusia itu selama masih hidup akan terus diberi amanah dan peran dalam skenario kehidupan Alloh.
Bahkan setelah meninggal pun, di alam kubur amanah kita adalah menjawab pertanyaan malaikat dan bertanggung jawab atas semua amal perbuatan kita, kecuali, kita sudah berada di surga.

“Astaghfirulloh. Iya ya mba, saya jadi merasa bersalah kalau selama ini saya selalu mengeluh dengan semua amanah yang ada pada saya.” Ucapnya penuh penyesalan.

“Iya nggak apa-apa. Terkadang kita kan lalai, bersyukurlah saat saudara kita masih mau mengingatkan. Itu tandanya sayang.” Balasku lagi.

* * *

Terngiang satu firman Alloh yang selalu melekat dalam hati, bahwa Alloh tidak mencipatakan manusia dan jin selain untuk beribadah kepadaNya, dan karena ayat inilah yang membuat hidayah itu merasuk dalam hatiku. Selama hidup, pekerjaan atau tugas kita hanyalah beribadah, menyembah kepadaNya, meskipun cara beribadah itu banyak sekali ragamnya.
Selain sholat, puasa, zakat, sedekah, dzikir dan lainnya, maka bekerja dan menunaikan amanah juga termasuk salah satu sarana untuk beribadah kepadaNya.

Terkadang tanpa terasa lisan ini mengeluh, meratapi semua amanah yang diberikan oleh Nya. Merasa tak sanggup menjalankannya, merasa letih karena terlalu banyak tugas atau pekerjaan yang dipikul, merasa amanah itu tak pantas untuk kita emban, menganggap Alloh tidak adil member amanah yang begitu banyak pada kita dan berjuta macam alasan klise kita yang hanya bisa protes terhadap pemberianNya.
Astaghfirullohaladzim. Ya Alloh, malunya hamba ini. Ketika diberi amanah, kepercayaan, tugas, pekerjaan, bukan kata syukur yang terucap melainkan seribu satu macam uraian keluhan.

Padahal jika kita merenungi semua amanah kita, tanpa kita sadari Alloh sedang memberikan jalan agar kita bisa meraih pahala dari Nya, itu semua adalah pembelajaran bagi kita, dan yang terpenting Alloh Maha Mengetahui kemampuan masing-masing hambaNya. Seberat apapun amanah itu, Alloh tau kita bisa melewatinya, secara mulus atau tertatih-tatih.

“Siapa yang bersedih ucapkan segera Allohu Rabbi La Syarikallah
Tiada sekutu bagi Alloh Tuhanku
Allohu Rabbi La Syarikallah...”
(Lirik Yaya Nuryasin_Allohu Rabbi La Syarikallah)


Mamah Hikmatussa'adah

Anggota FLP Cab. Sangatta