Lets take a look inside..

Menengok kembali ke dalam diri kita haruslah sering kita lakukan. Mengingat siapa diri kita, untuk apa Alloh menciptakan kita dan akan kemana kita nanti, merupakan pertanyaan simple namun perlu perenungan panjang untuk menjawabnya.
Kini,lihat lah ke dalam hatimu, mungkin selama ini bukan kedua matamu yang buta, melainkan hatimu...

Selasa, 30 April 2013

Bukit Pelangi



“Besok sore kita janjian ketemu di Bukit belakang sekolah  ya Nis,” ajak Nanda saat jam  istirahat di sekolah tadi pagi.
            “Untuk apa Nis, kerja kelompok lagi? “
“Nggak, aku mau  memperlihatkan sesuatu padamu.”
“Kenapa tidak di rumahmu saja Nis? Kan lebih dekat dari rumahku.” Ujarku merajuk.
            “Ssstt..kamu nggak usah cerewet. Datang saja ke Bukit itu jam 4 sore. Ok?”
            “Baiklah Nis. Insya Alloh.” Aku pun menyerah menyanggupi.
                                                                        ***
            “Sayang, apa yang kau lamunkan? Kenapa makanmu sama sekali belum disentuh?” Tanya ibu membuyarkan lamunanku.
            “E…eh ibu, anu bu, Nanda bingung dengan sikap Ninis tadi pagi.”
            “Ada masalah diantara kalian? Nanda mau cerita sama Ibu?”
            “Bukan masalah Bu, tapi akhir-akhir ini Ninis sering melamun, berubah jadi pendiam dan penutup. Tadi pagi Ninis juga mengajak Nanda untuk bertemu di Bukit di belakang sekolah Bu, apa itu nggak aneh menurut Ibu?” uraiku panjang.
            “Ehm mungkin Ninis sedang merencanakan sebuah kejutan untukmu Nak, dan surprisenya akan dibrikan di Bukit itu nanti. Kamu sudah nggak sabar ya ketemu Ninis?” goda ibu.
            “Iya Bu, besok akan kutanyakan semua padanya tentang sikapnya belakangan ini.”
Ibu pun memeluk dan mencium keningku cukup lama. Lalu berlalu dari hadapanku sembari membawa piring-piring kotor dan kemudian masuk dapur, meninggalkanku yang masih asyik melamun di meja makan.
                                               
                                                            ***
“Sudah sholat ashar Nis? Pakai jas hujan juga Nak, lumayan deras hujan di luar sana” Pinta ibu lembut.
“Sudah bu, Iya bu Ninis juga sudah pakai jas hujannya.”
“Hati-hati ya Sayang. Titipkan salam ibu untuk keluarga Nanda.” Tambah ibu.
Aku pun mengangguk dan tersenyum, setelah cium tangan Ibu, aku pun segera melesat  mengayuh sepedaku menuju Bukit belakang sekolah. Aku sudah tak sabar bertemu sahabat karibku Nanda.
Sampai di Bukit, kulihat sepeda Nanda sudah terparkir manis di sana. Seperti biasa, kemana pun Nanda pergi, ia tak pernah melupakan sapu tangan hello kittinya. Tapi kali ini, sapu tangannya itu tergeletak begitu saja dalam keranjang sepedanya. “Lalu, kemana Nanda ya?” gumamku pelan.
Tiba-tiba sebuah suara yang kukenal mengagetkanku dari belakang, “Hei!”
“Ya ampun Nanda! Kamu membuatku jantungan tahu!”
“Peace…jangan marah dong Nis, aku tadi ke kantin dulu, kebetulan masih buka, aku haus Nis.” Jawab Nanda tanpa merasa bersalah.
“Lain kali kamu nggak boleh begitu ya Nan.”
“Iya maaf.” Jawab Nanda cengengesan.
“Sini deh Nan, ini yang mau kuperlihatkan padamu.” Ninis kemudian mengeluarkan selembar kotak berukuran segi empat berwarna biru bertuliskan kalimat UNTUK SAHABATKU.
Puisi dan sebuah buku diary. “Untukku Nis?”
“Iya, kamu terima ya semua ini, aku sudah mencatatnya setiap hari khusus untukmu. Tapi jangan dibaca sekarang.Nanti setelah sampai di rumah saja.”
“Tap..tapi..ada banyak hal yang ingin kutanyakan padamu Nis.”
“Iya aku tahu, dank au akan menemukan jawabannya di dalam diaryku itu.”
Kami pun menghabiskan sore sambil menanti hujan reda di pendopo Bukit bersama, sambil memakan bekal yang dibuatkan oleh Ibunya Ninis, minuman yang kubeli pun tak sia-sia.Sore itu, rinai hujan begitu sejuk terasa. Hingga Ninis berteriak, “Ada pelangi Nan, ayo lihat, cepat sini.”
Aku pun lompat dari atas pendopo dan berlari kecil menuju Ninis. Meski masih gerimis, tapi garis mejikuhibiniu itu melengkung sempurna membelah cakrawala. Indah.
“Bagaimana jika kita namakan Bukit ini Bukit Pelangi?” seru Ninis bersemangat.
“Wah ide yang bagus Nis.” Timpalku tak kalah semangat.
“Nanda, aku minta maaf ya atas semua kesalahanku, Ibuku pun menitipkan salam untukmu dan keluargamu.”
“Kamu kenapa sih Nis? Kok minta maaf segala. Salam kembali buat ibumu ya.”
“Kita pulang yuk, sudah hampir maghrib.”
“Baiklah, sampai jumpa kembali.” Jawabku semangat.
                                                            ***
Ternyata sore itu adalah perjumpaan kami yang terakhir, dari cerita yang kubaca dari diary Ninis, ternyata sahabatku mengidap kanker leukemia. Setelah bertemu sore itu, malamnya Ninis langsung dibawa ke rumah sakit di luar kota. Sebulan lamanya Ninis dan keluarganya pergi berobat dan tak pernah terdengar kabarnya. Hingga suatu sore di penghujung bulan Desember, keluarga Ninis datang ke rumah tanpa Ninis dan menjelaskan semuanya. Aku tak sanggup mendengar pembicaraan itu, hanya terpekur sembari berurai air mata menatap diary dan puisi dari Ninis serta selembar foto kami saat kelas 1 SD.
Selamat jalan sahabat kecilku…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar